Home

Rabu, 18 September 2013

INI ANUGRAH, NAK!



Sakit, memang, ketika kamu harus pergi tanpa ada percakapan antara kita. Sakit, ketika harus melihat kamu bahagia bukan karena aku.
Apapun yang terjadi dalam hidupnya, entah itu suka maupun duka, selalu dituliskannya. Karena itu hobbynya.
Menulis adalah hal yang menyenangkan baginya. Hal yang selalu ia lakukan untuk menyimpan kisahnya. Dia adalah Meranti Winata. Perempuan yang berumur 25 tahun, yang cantik luar biasa, putri dari keluarga terpandang. Ibunya bernama Vira Ginanti, pemilik fashion ternama “Meranti”. Ayahnya bernama Andi Winata, dulu merupakan kepala chef di Istana Negara. Ya itu dulu 10 tahun yang lalu, sebelum ayahnya bahagia bersama Tuhan.
Dia Meranti. Perempuan hebat yang lahir dengan wajah ayu, perempuan hebat yang lahir karena cinta, perempuan hebat yang dianugrahi
kekurangan. Hari itu, disaat ia menikmati masa terakhir putih abu-abunya, hari disaat ia merayakan kelulusannya, hari di saat ia berkeliling kota Jambi, hari disaat bus menabraknya, hari disaat anugrah itu diberikan. Ia mengalami pendarahan hebat, kelopak matanya harus di jahit karena terkena pecahan kaca matanya, dan ia harus kehilangan kaki kanannya.
Tidak ada sepatah kata yang keluar dari bibir mungilnya saat itu. Tidak ada teriakan yang menakutkan, yang ada hanya air mata dari kedua bola mata hitamnya. Tidak ada yang berani berbicara dengannya.
“Tuhan sayang Meranti. Ini anugrah nak, bukan musibah” Andi berkata dengan suara hampir tak terdengar. Meranti menatap kakinya, kemudian memeluk Andi, sang ayah.
“Ma’afin Ranti Pa, Ranti mengecewakan papa” isaknya.
“Tidak sayang, papa tidak merasa kecewa, ini anugrah nak, bukan musibah” Andi menghapus air mata putri semata wayangnya itu.
Sementara Vira, masih mematung ditempatnya. “Tuhan, kuatkan kami!” bisik hatinya.
“Permisi Pak, Buk, saya izin memeriksa adik dulu.” Seorang perawat masuk kekamar Meranti, menghentikan suasana haru di kamar tersebut.
“O iya, silahkan nak!” jawab Vira, dan menyeka air matanya. Perawat laki-laki itupun masuk, mengeluarkan beberapa alat medis, memeriksa suhu tubuh Meranti, memeriksa tekanan darah Meranti, dan lainnya. Di sela-sela pemeriksaan itu, Ranti melirik nama yang tertera dibaju putih perawat itu. “Ari Ns” namanya.
“Kata dr.Kiki, siang nanti adik sudah boleh pulang. Permisi Pak, Buk, Dik” perawat itu kembali menyuguhkan senyumnya. Tak dipungkiri, dia memang tampan.
“Terimakasih kak… “ kata Meranti.
“Nama saya Ari” jawabnya ramah.
“Terimakasih kak Ari. Sudah merawat Meranti selama disini. Ma’af jika Meranti merepotkan.”
“Ini sudah menjadi tugas saya, setiba dirumah nanti, istirahat dulu. Ini anugrah, bukan musibah” katanya tersenyum.
Meranti tersenyum. Ini senyum pertamanya pasca kakinya diamputasi. Ari tersenyum, yang kemudian menghilang di balik pintu kamar Meranti.
“Kamu dengarkan sayang, dirumah nanti kamu harus istirahat. Nggak boleh jalan-jalan dulu. Kamu itu kadang susah dibilangin, maunya hang out te….” Ucap Vira tanpa menyadari bahwa ucapannya salah.
“Ma….” Bisik Andi.
“Itu dulu Ma, sekarang nggak lagi Ma, Meranti nggak bisa” ucapnya tertunduk.
            Hari ini, 3 hari sudah Meranti berada dirumah. Hidupnya benar-benar berubah. Biasanya jika tidak sekolah, ia pergi hangout bersama teman-temannya. Tapi sekarang tidak. Dia melewati detik jam hanya dirumah. Teman-temannyapun tidak ada yang datang ke rumah. Bukannya mereka tidak ingin berteman lagi dengan Meranti, tetapi mereka sudah pergi ke tempat dimana mereka akan melanjutkan pendidikan mereka. Sedangkan Meranti? Dia lebih memilih tidak kuliah. Padahal Andi dan Vira sudah bersedia mengiyakan permintaan Meranti untuk kuliah apapun dan dimanapun itu. Padahal awalnya mereka menyarankan Meranti untuk kuliah fashion designer.
Hidupnya putus asa. Dia benar-benar tidak punya semangat lagi. Meranti yang dulunya dikenal dengan ‘Meranti tanpa masalah’ sekarang tidak lagi seperti itu. Awalnya Andi dan Vira selalu punya waktu untu mereka. Tapi pada tahun kedua, mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk pekerjaannya. Perusahaan Andi dan perusahaan Vira memang sedang naik daun. Tapi, Meranti memahami itu.
            Pada tahun 2005, keluarganya kembali diuji. Andi, laki-laki yang selama ini selalu menjadi penjaganya dipanggil Tuhan. Andi ditabrak truk saat dia di perjalanan pulang dari kantor. Meranti mengurung diri dikamar, dia tidak mau duduk didepan alm ayahnya, ia tak sanggup. Meranti ingat pesan ayahnya, “kamu kalau menikah jangan cari pria yang seperti papa, yang nggak bisa jaga kamu, yang makannya banyak. Tapi cari laki-laki yang bisa menjaga kamu. Apapun yang terjadi, itu adalah anugrah Tuhan nak, bukan musibah.” Itu yang diucap papanya ketika sarapan tadi pagi. Iya, tadi pagi.
            Semenjak kepergian ayahnya, semangat hidupnya kembali lagi. Ini anugrah, bukan musibah. Anugrah untuk disyukuri, bukan diratapi. Ia mulai melakukan apa yang ia suka. Ia belajar masak sama Bik Minna, ia membersihkan kamarnya sendiri, dan pekerjaan lainnya. Ia mulai menulis, apapun yang dia lihat, dengar dan rasakan semua ia tulis di komputernya. Pada tahun 2007, Meranti berhasil menerbitkan sebuah buku motivasi berjudul “You’re amazing” yang diterbitkan melalui self publishing ternama “Nulis buku”. Bukunya menjadi best seller. Kesibukannya pun bertambah. Dia sering diundang untuk sekedar berbagi cerita. Dan akhirnya lupa akan kekurangannya.
            Pada talk show di Bandung, dia bertemu dengan Ari, perawat yang pernah merawatnya dulu. Ternyata Ari adalah ketua panitia talkshow tersebut. Pertemuan itu menjadi awal dari hubungan mereka. Selanjutnya hubungan mereka menjadi lebih dekat, mereka memutuskan untuk pacaran.
            Pada tahun 2013, Ari memutuskan untuk melamar Meranti. Awalnya orangtua Ari tentu saja tidak setuju, tetapi karena perjuangan mereka, mereka mendapatkan restu dari orangtua Ari. Pada bulan April, Ari melamar Meranti. Dan pernikahan mereka diadakan pada tanggal 11 Juni 2013.
“Kamu serius mau menikah denganku? Meranti cacat kak. Meranti tidak bisa merawat kakak” Tanya Meranti suatu hari. Ari tersenyum.
“Kamu bukan perawat, yang perawat itu aku. Ya jadi tugas aku merawat kamu.” Kata Ari menatap teduh Meranti.
“Aku ingin puasa ini kita memulai kisah kita.” Lanjutnya, mengusap lembut pipi Meranti.
“Terimakasih atas kejutan sebelum Ramdhannya, sayang” ucap Meranti.
            Seminggu menjelang pernikahan mereka, semuanya telah selesai. Pernikahannya diadakan di Bandung. 3 hari sebelum pernikahan, keluarga besar Meranti berangkat ke Bandung. Mereka menginap di rumah tantenya Meranti.
            Pada tanggal 11 Juni, hati ketika Meranti menerima kejutan kedua dari Allah SWT, kejutan sebelum Ramadhan. Ari kembali pada Allah SWT. Itu adalah ujian terbesar bagi Meranti. Ia harus kehilangan dua laki-laki hebat, yang menjadi kisah terindahnya. “Ini anugrah, bukan musibah.” Kata-kata dari orang yang dia cintai. Kata-kata yang membuat ia tetap bersyukur. Ari pernah berkata “Apapun yang kita rencanakan, ada Tuhan yang menjadi sutradaranya.”
“Ya, ini anugrah, bukan musibah” ucapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar