Sakit,
memang, ketika kamu harus pergi tanpa ada percakapan antara kita. Sakit, ketika
harus melihat kamu bahagia bukan karena aku.
Apapun yang terjadi dalam
hidupnya, entah itu suka maupun duka, selalu dituliskannya. Karena itu
hobbynya.
Menulis adalah hal yang
menyenangkan baginya. Hal yang selalu ia lakukan untuk menyimpan kisahnya. Dia
adalah Meranti Winata. Perempuan yang berumur 25 tahun, yang cantik luar biasa,
putri dari keluarga terpandang. Ibunya bernama Vira Ginanti, pemilik fashion
ternama “Meranti”. Ayahnya bernama Andi Winata, dulu merupakan kepala chef di
Istana Negara. Ya itu dulu 10 tahun yang lalu, sebelum ayahnya bahagia bersama
Tuhan.
Dia Meranti. Perempuan hebat yang
lahir dengan wajah ayu, perempuan hebat yang lahir karena cinta, perempuan hebat
yang dianugrahi
kekurangan. Hari itu, disaat ia menikmati masa terakhir putih abu-abunya, hari disaat ia merayakan kelulusannya, hari di saat ia berkeliling kota Jambi, hari disaat bus menabraknya, hari disaat anugrah itu diberikan. Ia mengalami pendarahan hebat, kelopak matanya harus di jahit karena terkena pecahan kaca matanya, dan ia harus kehilangan kaki kanannya.
kekurangan. Hari itu, disaat ia menikmati masa terakhir putih abu-abunya, hari disaat ia merayakan kelulusannya, hari di saat ia berkeliling kota Jambi, hari disaat bus menabraknya, hari disaat anugrah itu diberikan. Ia mengalami pendarahan hebat, kelopak matanya harus di jahit karena terkena pecahan kaca matanya, dan ia harus kehilangan kaki kanannya.
Tidak ada sepatah kata yang
keluar dari bibir mungilnya saat itu. Tidak ada teriakan yang menakutkan, yang
ada hanya air mata dari kedua bola mata hitamnya. Tidak ada yang berani
berbicara dengannya.
“Tuhan sayang Meranti. Ini
anugrah nak, bukan musibah” Andi berkata dengan suara hampir tak terdengar.
Meranti menatap kakinya, kemudian memeluk Andi, sang ayah.
“Ma’afin Ranti Pa, Ranti
mengecewakan papa” isaknya.
“Tidak sayang, papa tidak merasa
kecewa, ini anugrah nak, bukan musibah” Andi menghapus air mata putri semata
wayangnya itu.
Sementara Vira, masih mematung
ditempatnya. “Tuhan, kuatkan kami!” bisik hatinya.
“Permisi Pak, Buk, saya izin
memeriksa adik dulu.” Seorang perawat masuk kekamar Meranti, menghentikan
suasana haru di kamar tersebut.
“O iya, silahkan nak!” jawab
Vira, dan menyeka air matanya. Perawat laki-laki itupun masuk, mengeluarkan
beberapa alat medis, memeriksa suhu tubuh Meranti, memeriksa tekanan darah
Meranti, dan lainnya. Di sela-sela pemeriksaan itu, Ranti melirik nama yang
tertera dibaju putih perawat itu. “Ari Ns” namanya.
“Kata dr.Kiki, siang nanti adik sudah
boleh pulang. Permisi Pak, Buk, Dik” perawat itu kembali menyuguhkan senyumnya.
Tak dipungkiri, dia memang tampan.
“Terimakasih kak… “ kata Meranti.
“Nama saya Ari” jawabnya ramah.
“Terimakasih kak Ari. Sudah
merawat Meranti selama disini. Ma’af jika Meranti merepotkan.”
“Ini sudah menjadi tugas saya,
setiba dirumah nanti, istirahat dulu. Ini anugrah, bukan musibah” katanya
tersenyum.
Meranti tersenyum. Ini senyum
pertamanya pasca kakinya diamputasi. Ari tersenyum, yang kemudian menghilang di
balik pintu kamar Meranti.
“Kamu dengarkan sayang, dirumah
nanti kamu harus istirahat. Nggak boleh jalan-jalan dulu. Kamu itu kadang susah
dibilangin, maunya hang out te….”
Ucap Vira tanpa menyadari bahwa ucapannya salah.
“Ma….” Bisik Andi.
“Itu dulu Ma, sekarang nggak lagi
Ma, Meranti nggak bisa” ucapnya tertunduk.
Hari
ini, 3 hari sudah Meranti berada dirumah. Hidupnya benar-benar berubah.
Biasanya jika tidak sekolah, ia pergi hangout
bersama teman-temannya. Tapi sekarang tidak. Dia melewati detik jam hanya
dirumah. Teman-temannyapun tidak ada yang datang ke rumah. Bukannya mereka
tidak ingin berteman lagi dengan Meranti, tetapi mereka sudah pergi ke tempat
dimana mereka akan melanjutkan pendidikan mereka. Sedangkan Meranti? Dia lebih
memilih tidak kuliah. Padahal Andi dan Vira sudah bersedia mengiyakan
permintaan Meranti untuk kuliah apapun dan dimanapun itu. Padahal awalnya
mereka menyarankan Meranti untuk kuliah fashion designer.
Hidupnya putus asa. Dia
benar-benar tidak punya semangat lagi. Meranti yang dulunya dikenal dengan
‘Meranti tanpa masalah’ sekarang tidak lagi seperti itu. Awalnya Andi dan Vira
selalu punya waktu untu mereka. Tapi pada tahun kedua, mereka lebih banyak
menghabiskan waktu untuk pekerjaannya. Perusahaan Andi dan perusahaan Vira
memang sedang naik daun. Tapi, Meranti memahami itu.
Pada
tahun 2005, keluarganya kembali diuji. Andi, laki-laki yang selama ini selalu
menjadi penjaganya dipanggil Tuhan. Andi ditabrak truk saat dia di perjalanan
pulang dari kantor. Meranti mengurung diri dikamar, dia tidak mau duduk didepan
alm ayahnya, ia tak sanggup. Meranti ingat pesan ayahnya, “kamu kalau menikah jangan cari pria yang seperti papa, yang nggak bisa
jaga kamu, yang makannya banyak. Tapi cari laki-laki yang bisa menjaga kamu.
Apapun yang terjadi, itu adalah anugrah Tuhan nak, bukan musibah.” Itu yang
diucap papanya ketika sarapan tadi pagi. Iya, tadi pagi.
Semenjak
kepergian ayahnya, semangat hidupnya kembali lagi. Ini anugrah, bukan musibah.
Anugrah untuk disyukuri, bukan diratapi. Ia mulai melakukan apa yang ia suka.
Ia belajar masak sama Bik Minna, ia membersihkan kamarnya sendiri, dan
pekerjaan lainnya. Ia mulai menulis, apapun yang dia lihat, dengar dan rasakan
semua ia tulis di komputernya. Pada tahun 2007, Meranti berhasil menerbitkan
sebuah buku motivasi berjudul “You’re amazing” yang diterbitkan melalui self publishing ternama “Nulis buku”.
Bukunya menjadi best seller. Kesibukannya pun bertambah. Dia sering diundang
untuk sekedar berbagi cerita. Dan akhirnya lupa akan kekurangannya.
Pada
talk show di Bandung, dia bertemu dengan Ari, perawat yang pernah merawatnya
dulu. Ternyata Ari adalah ketua panitia talkshow tersebut. Pertemuan itu
menjadi awal dari hubungan mereka. Selanjutnya hubungan mereka menjadi lebih
dekat, mereka memutuskan untuk pacaran.
Pada
tahun 2013, Ari memutuskan untuk melamar Meranti. Awalnya orangtua Ari tentu
saja tidak setuju, tetapi karena perjuangan mereka, mereka mendapatkan restu
dari orangtua Ari. Pada bulan April, Ari melamar Meranti. Dan pernikahan mereka
diadakan pada tanggal 11 Juni 2013.
“Kamu serius mau menikah
denganku? Meranti cacat kak. Meranti tidak bisa merawat kakak” Tanya Meranti
suatu hari. Ari tersenyum.
“Kamu bukan perawat, yang perawat
itu aku. Ya jadi tugas aku merawat kamu.” Kata Ari menatap teduh Meranti.
“Aku ingin puasa ini kita memulai
kisah kita.” Lanjutnya, mengusap lembut pipi Meranti.
“Terimakasih atas kejutan sebelum
Ramdhannya, sayang” ucap Meranti.
Seminggu
menjelang pernikahan mereka, semuanya telah selesai. Pernikahannya diadakan di
Bandung. 3 hari sebelum pernikahan, keluarga besar Meranti berangkat ke
Bandung. Mereka menginap di rumah tantenya Meranti.
Pada
tanggal 11 Juni, hati ketika Meranti menerima kejutan kedua dari Allah SWT,
kejutan sebelum Ramadhan. Ari kembali pada Allah SWT. Itu adalah ujian terbesar
bagi Meranti. Ia harus kehilangan dua laki-laki hebat, yang menjadi kisah
terindahnya. “Ini anugrah, bukan musibah.” Kata-kata dari orang yang dia
cintai. Kata-kata yang membuat ia tetap bersyukur. Ari pernah berkata “Apapun
yang kita rencanakan, ada Tuhan yang menjadi sutradaranya.”
“Ya, ini anugrah,
bukan musibah” ucapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar