Setiap
orang punya impian, punya harapan yang tentunya ingin diwujudkan. Kalian juga
kan? Aku juga. Impian, sebuah kata yang dimiliki semua orang, dari anak kecil
hingga nenek-nenek pun punya impian.
Impian
itu tentu akan sangat menyenangkan jika terwujud. Tapi, bagaimana jika impian hanya
lah tinggal sebuah impian? yang gagal diwujudkan. Gagal diwujudkan, berarti ada
usaha untuk mewujudkannya, itu lebih baik, dari pada batal untuk mewujudkannya.
Seperti
aku, aku punya banyak impian yang ingin aku wujudkan. Impian aku itu tentang
kuliah. Dari SMP aku memimpikan kuliah psikologi di UI. Entah apa yang membuat
ku tertarik pada ilmu jiwa tersebut. Aku ingin namaku itu Liski Husdila, S.Psi. Mungkin karena aku orang yang selalu ingin
tau tentang banyak hal, ingin tau mengapa seseorang bersikap seperti ini,
mengapa seseorang suka ini, apa yang harus dilakukan? Aku ingin mempelajari
orang-orang sekitar.
Tamat
SMA, 2 kata yang sangat aku tunggu. Dan itu akhirnya terjadi. Dan aku ingin
mewujudkan impianku itu. Aku mencoba bicara kepada kedua orang tuaku. Awalnya
mama tidak setuju dengan jurusan dan Universitas pilihanku. Oke lah, aku
mengalah, aku mencoret nama Universitas Indonesia menjadi Universitas Negeri
Padang. Walaupun aku sudah mengalah, mama masih tetap tidak setuju dengan prodi
pilihanku. Aku berjuang mencari dukungan, yang ku harap dukungan itu bisa
membujuk mama. Aku menelepon tanteku yang di Padang, tante Vina sama tante
Niza. Tidak hanya mereka. Aku berbicara pada papa, yang mengerti aku, berusaha
mencari informasi tentang prodi psikologi untuk menjelaskan pada mama. Papa
mengerti aku. I love you papa.
Aku
lihat, dari hari ke hari banyak yang menelepon mama, mulai dari ante Vina,
abang Wilpa, entah abang siapa lagi, aku lupa. Dan usaha aku sama papa
berhasil. Terima kasih Tuhan. Mama mengizinkanku, tapi dengan syarat, aku harus
tes prodi yang termasuk kedalam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Baiklah,
dan untuk FKIP, aku hanya mau satu jurusan, Pendidikan Matematika, bukan yang
lain. Ok, deal. Barter selesai.
Tapi
muncul lagi permasalahan baru, datang dari keluarga besarku. “Liski mau kuliah
apa?” Dengan yakin aku menjawab psikologi. “Kenapa tidak ambil di bidang
kesehatan?” Itu pertanyaan yang muncul selanjutnya. Aku nggak pernah ada niat
untuk kuliah di kesehatan. Aku terus di kasih wejangan dari banyak pihak. Papa
dan mamaku? They said that “all of that there are in you. Semuanya ada di kamu.
Itu pilihan kamu. Kamu yang menjalaninya”. Ya Tuhan, baik lah aku mengalah. Kalau
kesehatan aku hanya mau ambil gizi, nggak mau yang lain. Deal, semua orang
setuju.
Bulan
Juni aku mulai sibuk tes masuk PTN. Di Jambi dan di Padang. Satu bulan aku di
Padang. Semua tes yang ada aku ikuti, mulai dari SNMPTN undangan, tes SNMPTN
tertulis di Padang, UNP jalur mandiri, PKPM, Poltekkes Padang, STKIP PGRI, dan
terakhir UMB-PTN. Dan yang paling menguji kesabaran adalah, aku harus
menghabiskan bulan Ramadhan dengan berpuasa tidak bersama orang tua, untuk
pertama kalinya. Selama di Padang, aku dititipkan sma tante-tanteku, tante Vina
sama tante Niza. Love you kalian :*
Satu
persatu hasil tes di umumkan. SNMPTN undangan, tidak lulus. Tak masalah, masih
ada yang lain. SNMPTN tertulis, lagi-lagi gagal. UNP jalur mandiri? Masih bukan
jodohku. PKPM? Aku lulus, PGSD di UNJA. Poltekkes Padang? Lagi-lagi tidak
untukku. UMB-PTN? Tinggal menunggu hasil tes nya.
Aku
menyerah. Aku putuskan untuk mengambil PGSD di UNJA, yang sebenarnya mama nggak
setuju sama pilihanku. Tapi, jika itu yang terbaik untukku? Why not? Aku
menyerah. Aku tidak mau tes lagi. Tapi, papa dan mama ku terus memberiku
semangat. Aku disuruh memilih, ikut tes lagi? Atau nggak lebaran di Kerinci. Ya
Tuhan, sudah 5 kali aku nggak lebaran di Kerinci. Baiklah, aku mengalah. Aku
berangkat ke Padang, transit dulu ke Kerinci. :D, dan berangkat ke Padang
bersama Ante Vina. Aku memutuskan untuk tes di STKIP PGRI dengan jurusan
Pendidikan Matematika.
Di
Kerinci, kesabaranku di uji lagi. “Masih mau tes? Masih belum nyerah? Apa sih
yang di kejar dari Psikologi dan Matematika?” pertanyaan yang sangat menusuk.
Ini aku, hidupku ini adalah aku, bukan kamu dan ragumu. *seperti lirik sebuah
lagu J*. Aku tersenyum dan
menjawab, “tak pernah ada yang sia-sia untuk sebuah usaha.”
Tespun
aku lakukan. “Masih mau tes lagi? Tetap nggak nyerah?” itu sms dari seseorang
yang udah ku anggap seperti kakakku sendiri. “Iya, dalam hidupku, nggak ada
kalah sebelum berperang.” Aku membalas DMnya. “Bagus. Good luck ya!” katanya.
Makasih kak S***R.
Jujur,
untuk tes terakhir ini, aku benar-benar sudah tidak semangat lagi. bukupun
nggak aku baca. Dodon (tetangga nenekku di Padang) sih bilang, kalau tes di
swasta itu, lulusnya gampang. Makanya aku nggak belajar. J
Tanggal
28 Agustus, aku tes di STKIP. Pengumumannya tanggal satu. Baiklah, aku tetap
stay di Padang. Tanggal 31 pengumuman untuk tes UMB-PTN. “Liski udah lihat
pengumuman?” papa meneleponku. “belum. Aku nggak mau liat pengumumannya, setiap
aku liat, pasti aku nggak lulus.” Itu fakta, semua tes yang aku lihat sendiri,
nggak ada yang lulus, buktinya? PKPM, yang liat pengumumannya Anggita, dan aku
lulus. “No tes mu berapa?” DM dr ante Vina. Malamnya, aku sms ante Vina “Aku
lulus?”, dia nge reply “cobalah buka facebookmu itu.” Aku membuka facebook ku,
sebuah kiriman dari ante Alniza “Hai Buk Nurse” + gambar bukti kelulusanku.
Jelang beberapa detik, papa meneleponku. “Selamat ya, kamu lulus keperawatan di
Unja. Jadi bagaimana?”. “aku masih menunggu pengumuman dari STKIP” jawabku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar